
Dalam kajian agama Islam, dalil tentang LGBT menjadi salah satu topik yang sering diperdebatkan oleh para ulama dan cendekia. Beberapa orang menggunakan ayat dan hadis untuk menegaskan larangan, sementara pihak lain mencoba menjelaskan konteks agar tetap adil dan bijaksana. Di artikel ini, saya akan memaparkan dalil-dalil utama seputar isu LGBT, ulasan tafsir, serta pendekatan toleransi yang tetap menjaga nilai keimanan dan moral.
Hukum dan pengertian LGBT dalam perspektif Islam
Definisi dan istilah dalam fikih
Dalam tradisi fikih Islam, dalil tentang LGBT sering dikaitkan dengan istilah-istilah klasik:
- Liwath: hubungan sesama lelaki, sering dikaitkan dengan kisah Nabi Luth.
- Sihaq: hubungan sesama perempuan.
- Takhannuts / tarajjul / mukhannats: berkaitan identitas gender menyimpang atau perilaku yang menyerupai lawan jenis.
Para fuqaha (ahli fikih) menyepakati bahwa orientasi menyimpang kepada sesama jenis tidak sesuai fitrah manusia dan bertentangan dengan syariat Islam.
Ayat-ayat Al-Qur’an sebagai dalil
Beberapa ayat sering disebut sebagai dalil tentang LGBT:
1. Surah Hud ayat 82–83
فَلَمَّا جَاۤءَ اَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَاَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِّنْ سِجِّيْلٍ مَّنْضُوْدٍ ٨٢ مُسَوَّمَةً عِنْدَ رَبِّكَۗ وَمَا هِيَ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ بِبَعِيْدٍࣖ ٨٣
“Maka, ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkannya (negeri kaum Lut) dan Kami menghujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar secara bertubi-tubi. (Batu-batu itu) diberi tanda dari sisi Tuhanmu. Siksaan itu tiadalah jauh dari orang yang zalim.”
2. Surah Al-Aʿrâf ayat 80–81:
وَلُوْطًا اِذْ قَالَ لِقَوْمِهٖٓ اَتَأْتُوْنَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ اَحَدٍ مِّنَ الْعٰلَمِيْنَ ٨٠ اِنَّكُمْ لَتَأْتُوْنَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّنْ دُوْنِ النِّسَاۤءِۗ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ ٨١
“(Kami juga telah mengutus) Lut (kepada kaumnya). (Ingatlah) ketika dia berkata kepada kaumnya, “Apakah kamu mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kamu di dunia ini? Sesungguhnya kamu benar-benar mendatangi laki-laki untuk melampiaskan syahwat, bukan kepada perempuan, bahkan kamu adalah kaum yang melampaui batas.””
3. Surah An-Nisa’ ayat 16:
وَالَّذٰنِ يَأْتِيٰنِهَا مِنْكُمْ فَاٰذُوْهُمَاۚ فَاِنْ تَابَا وَاَصْلَحَا فَاَعْرِضُوْا عَنْهُمَاۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ تَوَّابًا رَّحِيْمًا ١٦
“(Jika ada) dua orang di antara kamu yang melakukannya (perbuatan keji), berilah hukuman kepada keduanya. Jika keduanya bertobat dan memperbaiki diri, biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”
Kesimpulan interpretatif ini tidak lepas dari perbedaan pendapat dalam tafsir. Beberapa ulama menyatakan bahwa teks tersebut berbicara tentang zina pada umumnya, bukan khusus homoseksual.
Hadis sebagai pelengkap dalil
Dalil tentang LGBT juga diperkuat dengan hadis-hadis sahih yang mengecam perbuatan tersebut. Buku hadis berkaitan LGBT memuat beberapa riwayat:
- Nabi ﷺ bersabda:
“Dosa kaum Luth itu dilaknat; barang siapa berbuat seperti kaum Luth maka dia dilaknat.” (Hadis hasan / sahih)
- Dalam karya JAKIM, terdapat kumpulan hadis sahih yang menyebut larangan terhadap homoseksual, lesbian, dan transgender, menyatakan bahwa tindakan tersebut tergolong maksiat besar.
Para ulama berbeda pendapat tentang jenis hukuman yang pantas (hudud, taʿzîr, atau rehabilitasi). Beberapa mengambil pandangan hukuman keras, sementara yang lainnya lebih menekankan perbaikan dan bimbingan.
BACA JUGA: Pengertian Hasad Menurut Islam, Bahaya Tersembunyi yang Menggerogoti Hati
Pendekatan moderat terhadap dalil tentang LGBT
Konteks dan maqâshid syariah
Dalam memahami dalil tentang LGBT, kita perlu memperhatikan maqâshid al-syariah (tujuan syariah): menjaga agama (hifz ad-dîn), akal (hifz al-‘aql), jiwa (hifz an-nafs), dan keturunan (hifz an-nasl). Dari sudut ini, perilaku homoseksual dianggap melanggar tatanan fitrah dan bisa merusak persatuan sosial dan keturunan.
Beberapa mufassir kontemporer seperti Wahbah al-Zuhaili menafsirkan bahwa larangan terhadap praktik menyimpang tersebut tetap relevan, tetapi penekanan juga pada dakwah dan rehabilitasi, bukan semata sanksi.
Sikap terhadap individu yang terjerumus
Meski isu dalil tentang LGBT bersifat tegas dalam larangan, Islam juga menyerukan kasih sayang, dakwah lembut, dan pembimbingan bagi mereka yang terjerumus. Prinsip la ikrâha fî ad-dîn (tidak ada paksaan dalam agama) tetap menjadi landasan. (QS. Al-Baqarah: 256)
Seorang individu yang mengakui kesalahan dan bertaubat mempertahankan harapan rahmat Allah:
۞ قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ ٥٣
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)
Jauhi Larangan Allah dan Rajin Sedekah
Dalil tentang LGBT pada dasarnya mencerminkan larangan yang tegas dalam Al-Qur’an dan Hadis terhadap praktik seks menyimpang, seperti liwath dan sihaq, yang dianggap menyalahi fitrah manusia. Meskipun terdapat perbedaan dalam penafsiran dan jenis hukuman, mayoritas ulama sepakat bahwa perbuatan tersebut haram.
Namun, kita juga harus bersikap bijak dan manusiawi terhadap mereka yang terjerumus. Dakwah dengan kelembutan, edukasi agama, dan pembinaan moral menjadi jalan penting.
Akhirnya, bagi Saudara sekalian yang membaca artikel ini, saya mengajak agar kita tidak hanya memahami dalil tentang LGBT, tetapi juga memperkuat keimanan kita dengan amal shaleh. Salah satu amalan mulia adalah bersedekah. Dengan bersedekah melalui Yayasan Syekh Ali Jaber, Anda turut mendukung dakwah, pendidikan keagamaan, dan bantuan sosial bagi masyarakat yang membutuhkan. Semoga Allah menerima sedekah kita dan menjaga kita dari perbuatan tercela.

