
Manusia seringkali menganggap marah sebagai respons emosi yang wajar. Dalam hiruk pikuk kehidupan modern, tekanan pekerjaan, ekspektasi sosial, dan kesalahpahaman interpersonal mudah memicu ledakan amarah. Namun, Islam memandang amarah lebih dari sekadar emosi sesaat. Ia adalah bara api yang dapat membakar iman dan merusak tatanan. Karena itu, ajaran Islam melalui hadits tentang larangan marah sangat relevan untuk kita kaji sebagai panduan mengelola emosi secara sehat dan bernilai ibadah.
Artikel ini akan mengupas tuntas bagaimana Islam memandang amarah, mengapa ia dilarang, dan bagaimana Rasulullah SAW memberikan solusi praktis untuk meredamnya.
Wasiat Ringkas Rasulullah: “Jangan Marah”
Pesan paling fundamental mengenai amarah datang dalam sebuah hadits yang sangat singkat namun padat makna. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata:
أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم: أَوْصِنِي. قَالَ: لاَ تَغْضَبْ. فَرَدَّدَ مِرَارًا، قَالَ: لاَ تَغْضَبْ
Artinya: “Ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, ‘Berilah aku wasiat.’ Beliau menjawab, ‘Jangan marah.’ Laki-laki itu mengulangi permintaannya beberapa kali, namun beliau tetap menjawab, ‘Jangan marah.'” (HR. Bukhari)
Wasiat ini diulang-ulang oleh Rasulullah SAW, menunjukkan betapa pentingnya pesan tersebut. Larangan ini bukanlah berarti manusia harus steril dari rasa marah—karena marah adalah tabiat (fitrah) manusia. Namun, “jangan marah” (La Taghdob) adalah perintah untuk tidak menuruti konsekuensi destruktif dari amarah tersebut. Ini adalah perintah untuk mengendalikan, mengelola, dan tidak membiarkan amarah mengambil alih logika serta iman kita.
Mengapa Marah Sangat Dilarang dalam Islam?
Amarah yang tidak terkendali disebut sebagai salah satu pintu masuk utama setan untuk merusak manusia. Saat seseorang dikuasai amarah, ia kehilangan kendali atas lisan dan tindakannya.
Lisan bisa dengan mudah mengeluarkan kata-kata kotor, fitnah, atau bahkan talak (cerai) yang disesali kemudian. Tindakan bisa berujung pada kekerasan fisik, pemutusan silaturahmi, dan kerusakan harta benda. Pemahaman mendalam akan hadits tentang larangan marah membantu kita menyadari bahwa amarah yang diluapkan seringkali hanya menyisakan penyesalan.
Rasulullah SAW bersabda bahwa orang kuat bukanlah mereka yang pandai bergulat, melainkan mereka yang mampu menguasai dirinya ketika marah (HR. Bukhari dan Muslim). Marah yang dibiarkan liar adalah cerminan kelemahan jiwa, bukan kekuatan.
Dalil Al-Qur’an tentang Anjuran Menahan Amarah
Al-Qur’an secara eksplisit memuji individu yang mampu mengelola emosinya. Kemampuan menahan amarah (Al-Kazhimin al-Ghayz) disebut sebagai salah satu karakteristik utama penghuni surga.
Ciri Penghuni Surga (Ali Imran: 134)
Allah SWT berfirman: الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Alladzina yunfiquna fis-sarra’i wad-darra’i wal-kazhimina al-ghayza wal-‘afina ‘an an-nas, wallahu yuhibbul-muhsinin.
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya (ghayz) dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134)
Sifat Orang Beriman (Asy-Syura: 37)
Allah juga menegaskan bahwa kemampuan memaafkan saat marah adalah sifat orang beriman yang luhur.
وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ
Walladzina yajtanibuna kaba’ira al-itsmi wal-fawahisya wa ‘idza ma ghadibu hum yaghfirun.
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.” (QS. Asy-Syura: 37)
Keutamaan Agung: Janji Surga dalam Hadits Tentang Larangan Marah
Mengendalikan amarah bukan sekadar latihan mengelola emosi; ini adalah investasi akhirat. Ganjaran bagi mereka yang berhasil menahan amarahnya sangatlah besar. Rasulullah SAW menjanjikan surga sebagai imbalan utamanya.
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa menahan amarahnya padahal ia mampu meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya pada Hari Kiamat di hadapan seluruh makhluk, lalu Allah memberinya pilihan untuk mengambil bidadari yang ia kehendaki.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi).
Janji ini menunjukkan betapa Allah SWT menghargai perjuangan seorang hamba melawan ego dan amarahnya.
Tips Nabawi (Profetik) Saat Amarah Memuncak
Islam tidak hanya melarang, tetapi juga memberikan solusi praktis. Ketika api amarah mulai menyala, Rasulullah SAW mengajarkan beberapa langkah taktis untuk segera memadamkannya:
1. Mengucap Ta’awudz
Amarah bersumber dari setan. Langkah pertama adalah meminta perlindungan kepada Allah SWT dengan membaca:
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
A’udzu billahi minasy syaithanir rajim
Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”
2. Mengubah Posisi Tubuh
Secara psikologis, mengubah posisi tubuh dapat memutus siklus emosi yang sedang memuncak. Rasulullah SAW menasihatkan, “Apabila seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri, hendaklah ia duduk. Jika amarahnya belum hilang, hendaklah ia berbaring.” (HR. Abu Daud).
3. Berwudu (Mengambil Air Wudu)
Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api hanya bisa dipadamkan dengan air. Maka apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia berwudu.” (HR. Abu Daud). Air wudu yang dingin tidak hanya menyegarkan fisik, tetapi juga mendinginkan hati yang panas secara spiritual.
Salurkan Energi Kebaikan Bersama Yayasan Syekh Ali Jaber
Mengendalikan amarah adalah bentuk kebaikan (ihsan) terhadap diri sendiri dan orang lain. Energi yang seharusnya terbuang untuk marah dan merusak, dapat kita alihkan menjadi energi positif yang membangun dan bermanfaat.
Salah satu bentuk kebaikan (ihsan) yang paling dicintai Allah SWT adalah bersedekah, sebagaimana disebut dalam QS. Ali Imran: 134 yang kita bahas di atas. Sedekah tidak hanya menolong sesama, tetapi juga melembutkan hati yang keras dan membersihkan jiwa dari emosi negatif.
Kami mengajak Anda untuk menyalurkan energi kebaikan tersebut dengan menambah amalan baik melalui sedekah. Yayasan Syekh Ali Jaber berkomitmen untuk melanjutkan dakwah dan cita-cita mulia Syekh Ali Jaber (rahimahullah) dalam membumikan Al-Qur’an.
Setiap donasi Anda akan membantu program-program mulia, seperti mencetak penghafal Al-Qur’an, membangun masjid, dan menebar manfaat bagi umat. Ubah energi negatif menjadi pahala jariyah yang abadi.

